Rumah

Ridho Wafa
2 min readDec 22, 2020

Masih jelas di kepala saya momen ketika kami berdua, saya dan adik saya, dibelikan sepeda BMX oleh Bapak. Sepeda merk Wimcycle berwarna biru tua milik saya dan warna merah tua milik adik saya. Dibangunkan Ibu setiap pagi untuk pergi ke sekolah, duduk berlima di depan TV setelah selesai makan sahur, dan masih banyak momen-momen lainnya yang rasanya baru terjadi kemarin.

Saya sudah lebih dulu meninggalkan rumah sejak 5 tahun lalu untuk melanjutkan kuliah lalu bekerja. Sebentar lagi adik-adik saya mungkin juga akan melakukan hal yang sama. Ketakutan terbesar saya adalah ketika saya tidak ada di dekat mereka saat terjadi sesuatu atau disaat mereka membutuhkan saya. Saya sangat menyayangi kedua orang tua saya sebagaimana adik-adik saya.

Sebagai orang yang dibesarkan di keluarga yang tidak terlalu konservatif, saya diberikan kebebasan dalam menentukan pilihan dalam hal apapun. Mereka menaruh kepercayaan kepada saya dan adik-adik saya, dengan harapan kami bertiga bisa membalas kepercayaan itu tanpa harus merasa terkekang, diawasi, atau dibatasi.

Kami tidak terbiasa mengungkapkan perasaan satu sama lain. Bukan berarti kami tidak saling sayang, tetapi mungkin kami punya bahasa sendiri dalam mengungkapkannya. Pada satu titik kami tahu bahwa kami saling menyayangi dan membutuhkan.

Hal yang saya benci dari bertambahnya umur adalah mereka, kedua orang tua kita juga bertambah tua. Mereka bukan lagi anak kecil yang baru bisa merangkak, lalu ingin segera bisa berjalan atau berlari. Mereka sudah matang dan berhenti di satu titik tertentu. Memegang nilai-nilai yang mereka yakini dan sedikit banyak susah untuk menerima nilai-nilai yang baru.

Dulu, saya tidak pernah mengerti bagaimana bisa seorang anak tidak saling tegur sapa selama bertahun-tahun dengan orang tuanya atau orang tua yang tidak menganggap lagi keberadaan anaknya. Saya percaya bahwa tidak ada anak yang tidak menyayangi kedua orang tuanya, begitu juga sebaliknya. Lambat laun, saya menyadari bahwa bersamaan dengan bertambahnya umur, kita mempelajari hal-hal baru, melihat perspektif baru, dan meninggalkan nilai-nilai yang sudah tidak relevan lagi. Sekali lagi, bukan berarti mereka tidak saling mengasihi satu sama lain, mungkin mereka punya arah yang berbeda dalam menentukan sebuah tujuan di persimpangan jalan yang membuat mereka tidak berpapasan lagi satu sama lain.

Belum lama ini saya pulang ke rumah. Bercerita tentang banyak hal, mulai dari kehidupan sehari-hari sampai pekerjaan, mulai dari yang serius sampai hal remeh. Saya baru sadar bahwa dibeberapa aspek, cara pandang kami sudah berbeda. Sebisa mungkin saya tidak menunjukkan ketidaksetujuan pada beberapa hal. Saya tidak mau mengecewakan mereka, terlebih jarak yang saya tempuh untuk bisa pulang ke rumah sudah cukup jauh, saya tidak mau menimbulkan jarak-jarak lain diantara kami.

Cepat atau lambat, friksi-friksi itu akan terjadi. Satu yang saya pelajari, bahwasanya tidak semua hal harus dimenangkan. Penyesalan yang dirasakan akan jauh lebih besar jika hanya memikirkan keegosentrisan saya. Pada akhirnya, rumah adalah tempat paling nyaman untuk pulang dan mengadu, terlebih saya sudah jatuh cinta dengan manusia-manusia di dalamnya.

--

--